Ada beberapa alasan
mengapa masalah stres yang berkaitan dengan organisasi perlu diangkat ke
permukaan pada saat ini. Diantaranya adalah:
1. Masalah
stres adalah masalah yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan, dan posisinya sangat
penting dalam kaitannya dengan produktifitas kerja karyawan.
2. Selain
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi, stress juga
banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalamorganisasi. Oleh
karenanya disadari dan dipahami keberadaannya.
3. Pemahaman
akan sumber-sumber stres yang disertai dengan pemahaman perlu terhadap
cara-cara mengatasinya, adalah penting sekali bagi karyawan dan siapa saja yang
terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang sehat dan efektif.
4. Banyak
di antara kita yang hampir pasti merupakan bagian dari satu atau beberapa
organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, pernah mengalami stres
meskipun dalam taraf yang amat rendah.
5. Dalam
zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia semakin sibuk.
Masalah-rnasalah
tentang stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian stres yang
terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seorang
karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. Di dalam membicarakan stres kerja ini
perlu terlebih dahulu mengerti pengertian stres secara umum.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Stres
Menurut Charles D,
Spielberger menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang
mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus
yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai
tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari
luar diri seseorang.
Cary Cooper dan Alison Straw mengemukakan gejala
stress dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik,
yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, rnerasa
panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak
beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
2. Perilaku,
yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, saiah paham, tidak berdaya,
tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan
semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat kcputusan,
hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat
terhadap orang lain.
3. Watak
dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan, cemas
menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel menjadi
meledak-ledak.
Menurut Braham, gejala stres dapat berupa
tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik,
yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air
besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung
terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan,
berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan
energi.
2. Emosional,
yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas,
suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup,
agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan
kelesuan mental.
3. Intelektual,
yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk
berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran
saja.
4. Interpersonal,
yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun,
mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain
atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah
menyalahkan orang lain.
Dari beberapa uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa
memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu
tuntutan eksternal (lingkungan). Stres yang terlalu besar dapat mengancam
kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri
para karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu
pelaksanaan kerja mereka.
B. Pengertian Stres Kerja
Gibson mengemukakan
bahwa stress kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres
sebagai stimulus, stress sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon.
Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada
lingkungan. Definisi stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang
menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini
memandang stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan
dengan respon individu. Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai
konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu.
Stres dipandang tidak sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres
merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan
kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan.
Luthans mendefinisikan
stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh
perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan
lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan
psikologis dan fisik seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres
kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam
menghadapinya dapat berbeda. Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan
menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk
efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang
menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada
emosi, proses berfikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil
dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat
mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti: mudah marah dan
agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja
sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur.
Sedangkan gejala stres di tempat kerja, yaitu
meliputi:
1. Kepuasan
kerja rendah
2. Kinerja
yang menurun
3. Semangat
dan energi menjadi hilang
4. Komunikasi
tidak lancar
5. Pengambilan
keputusan jelek
6. Kreatifitas
dan inovasi kurang
7. Bergulat
pada tugas-tugas yang tidak produktif.
Semua yang disebutkan
di atas perlu dilihat dalam hubungannya dengan kualitas kerja dan interaksi
normal individu sebelumnya. Di kalangan para pakar sampai saat ini belum
terdapat kata sepakat dan kesamaan persepsi tentang batasan stres.
Mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang teradi
pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa
mengatasinya. Aamod memandangnya sebagai respon adaptif yang merupakan
karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan ekstcrnal, situasi atau
peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis. Berbeda dengan
pakar di atas memahaminya sebagai ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan
memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya. Robbins
memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu
dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh
sangatlah penling tetapi tidak dapat dipastikan.
Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya
ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan
karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi
pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat rnempengaruhi daya tahan
stres seorang karyawan.
C. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja
Terdapat dua faktor
penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan
kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik,
manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor
personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun
kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri.
Betapapun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi
pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka
faktor pribadi ditcmpatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Secara
umum dikelompokkan sebagai berikut :
1. Tidak
adanya dukungan sosial.
Artinya, stres akan
cendcrung muncul pada para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari
lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari
lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Banyak kasus menunjukkan
bahwa, para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mercka yang tidak mendapat
dukungan (khususnya moril) dari keluarga, seperti orang tua, mertua, anak,
teman dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan
dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah
terkena sires. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dukungan social yang
menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.
2. Tidak
adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor.
Hal ini berkaitan
dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya.
Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan
persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewcnangannya. Stres kerja juga bisa
terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang
menyangkut dirinya.
3. Pelecehan
seksual.
Yakni, kontak atau
komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak
diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dart yang paling kasar seperti
memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang
paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya.
Dari banyak kasus pelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah
perlakuan kasar atau penganiayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi
jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita. Stres akibat pelecehan
seksual banyak terjadi pada negara yang tingkat kesadaran warga (khususnya
wanita) terhadap persamaan jenis kclamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang
yang melindungmya.
4. Kondisi
lingkungan kerja.
Kondisi lingkungan
kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, tcrlalu
sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan
ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan
yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi
juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil
tidak kecil munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada
kebisingan dibanding yang lain.
5. Manajemen
yang tidak sehat.
Banyak orang yang stres
dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis,
yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain
(khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau
peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi
kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang
semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan
pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan.
6. Tipe
kepribadian.
Seseorang dengan
kcpribadian tipe A cenderung mengalami sires dibanding kepribadian tipe B.
Beberapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering merasa diburu-buru dalam
menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dan satu
pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang
diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi
atau peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan
selalu mengalami dilema kctika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A.
Sebab, di satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka,
namun di sisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko
serangan/sakit.
7. Peristiwa/pengalaman
pribadi.
Stres kerja sering
disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian,
sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa
traumatis atau menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan
bahwa tingkat stress paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati
pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal.
Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian,
perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini.
Menurut Davis dan Newstrom stres kerja disebabkan:
1) Adanya tugas yang terlalu banyak.
Banyaknya tugas tidak
selalu menjadi penyebab stres, akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas
tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang
tersedia bagi karyawan.
2) Supervisor yang kurang pandai.
Seorang karyawan dalam
menjalankan tugas sehari-harinya biasanya di hawah bimbingan sekaligus
mempertanggung jawabkan kepada supervisor. Jika seorang supervisor pandai dan
menguasai tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan atau
instruksi secara baik dan benar.
3) Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan.
Karyawan biasanya
mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor/perusahaan yang
dibebankan kepadanya. Kemampuan bcrkaitan dengan keahlian, pcngalaman, dan
waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan
tugas dengan waktu yang terbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk
menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang ditetapkan atasan.
4) Kurang mendapat tanggungjawab yang memadai.
Faktor ini berkaitan
dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada
bawahannya tanpa diikuti kewenangan (hak) yang memadai. Sehingga, jika harus
mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya pada
atasan.
5) Ambiguitas peran.
Agar menghasilkan
performan yang baik, karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang
diharapkan untuk dikerjakan serta scope dan tanggungjawab dari pekerjaan
mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan
dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.
6) Perbedaan nilai dengan perusahaan.
Situasi ini biasanya
terjadi pada para karyawan atau manajer yang mempunyai prinsip yang berkaitan
dengan profesi yang digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi
(altruisme).
7) Frustrasi.
Dalam lingkungan kerja,
perasaan frustrasi memang bisa disebabkan banyak faktor. Faktor yang diduga
berkaitan dengan frustrasi kerja adalah terhambatnya promosi, ketidakjelasan
tugas dan wewenang serta penilaian/evaluasi staf, ketidakpuasan gaji yang
diterima.
8) Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal
terscbul tidak umum.
Situasi ini bisa timbul
akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahlian dan jenjang karir yang di lalui
atau mutasi pada perusahaan lain, meskipun dalam satu grup namun lokasinya dan
status jabatan serta status perusahaannya berada di bawah perusahaan pertama.
9) Konflik peran.
Terdapat dua tipe umum
konflik peran yaitu (a) konflik peran intersender, dimana pegawai berhadapan
dengan harapan organisasi terhadapnya yang tidak konsisten dan tidak sesuai;
(b) konflik peran intrasender, konflik peran ini kebanyakan terjadi pada
karyawan atau manajer yang menduduki jabatan di dua struktur. Akibatnya, jika
masing-masing struktur memprioritaskan pekerjaan yang tidak sama, akan
berdampak pada karyawan atau manajer yang berada pada posisi dibawahnya,
terutama jika mereka harus memilih salah satu alternative. Sumber stres yang
menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang
jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam pembangkit tetapi dari beberapa
pembangkit stres. Sebagian besar dari waktu manusia bekerja. Karena itu
lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang
yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang
besar perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya seseorang
tenaga kerja yang bekerja.
Faktor-faktor di
pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat
dikelompokkan kedalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam
pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam
pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi Hurrel:
1. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
Termasuk dalam kategori
ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan.
Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup: kerja malam, beban kerja, dan
penghayatan dari resiko dan bahaya.
a. Tuntutan fisik
b. Tuntutan tugas
Everly &
Girdano menambahkan kategori lain dari beban kerja, yaitu kombinasi dari beban
kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif. Beban berlebih secara fisikal
ataupun mental, yaitu harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan
sumber stress pekerjaan. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif
ialah desakan waktu, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat
mungkin secara tepat dan cermat Pada saatsaat tertentu, dalam hat tertentu
waktu akhir (dead line) justru dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan
prestasi kerja yang tinggi. Namun, bila desakan waktu menyebabkan timbulnya
banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang, maka
ini merupakan cerminan adanya beban berlebih kuantitatif. Beban kerja terlalu
sedikit kuantitatif juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang.
Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan
timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari,
sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat
menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini, secara potensial membahayakan
jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.
2. Peran Individu dalam Organisasi
Setiap tenaga kerja
bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja
mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan
yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian
tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan
masaiah. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu
meiiputi: konflik peran dan keterpaksaan peran (role ambiguity).
a. Konflik peran : konflik peran timbul jika seorang
tenaga kerja mengalami adanya:
• Pertentangan antara
tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang ia miliki.
• Tugas-tugas yang
harus ia lakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari
pekerjaannya.
• Tuntutan-tunlutan
yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahannya, atau orang lain yang dinilai
penting bagi dirinya.
• Pertentangan dengan
nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas pekerjaannya.
b. Keterpaksaan peran : jika seorang pekerja tidak
memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti
atau merealisasi harapan-harapan yang berkaitan dengan peran lertentu.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan keterpaksaan meliputi: Ketidakjelasan dari
saran-saran (tujuan-tujuan) kerja.
• Kesamaran tentang
tanggung jawab.
• Ketidakjelasan
tentang prosedur kerja.
• Kesamaran tentang apa
yang diharapkan oleh orang lain.
• Kurang adanya
balikan, atau ketidakpastian tentang produktifitas kerja.
3. Pengembangan Karir
Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi:
• Peluang untuk
menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya
• Peluang mengembangkan
kctrampilan yang baru
• Penyuluhan karir
untuk memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut karir.
Pengembangan karir merupakan pembangkit stres
potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi
yang kurang.
a. Job Insecurity :
perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah baru yang dapat mempunyai
dampak pada perusahaan. Reorganisasi dirasakan perlu untuk dapat mcnghadapi
perubahan lingkungan dengan lebih baik. Sebagai akibatnya ialah adanya pekerjaan
lama yang hilang dan adanya pekerjaan yang baru. Dapat terjadi bahwa pckerjaan
yang baru memerlukan ketrampilan yang baru. Setiap reorganisasi menimbulkan
ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres yang potensial.
b. Over dan
Under-promotion : setiap organisasi industri mempunyai proses pertumbuhan
masing-masing. Ada yang tumbuhnya cepat dan ada yang lambat, ada pula yang
tidak tumbuh atau setelah tumbuh besar mengalami penurunan, organisasi menjadi
lebih kecil. Pola pertumbuhan organisasi industry berbeda-beda. Salah satu
akibat dari proses pertumbuhan ini ialah tidak adanya kesinambungan dari
mobilitas vertikal dari para tenaga kerjanya. Peluang dan kecepatan promosi
tidak sama setiap saat. Dalam pertumbuhan organisasi yang cepat, banyak kedudukan
pimpinan mcmerlukan tenaga, dalam keadaan sebaliknya, organisasi terpaksa harus
mcmperkecil diri, tidak ada pcluang untuk mendapatkan promosi, malahan akan
timbul kecemasan akan kehilangan pekerjaan. Peluang yang kecil untuk promosi,
baik karena keadaan tidak mengizinkan maupun karena dilupakan, dapat merupakan
pembangkit stres bagi tenaga kerja yang rnerasa sudah waktunya mendapatkan
promosi. Perilaku yang mengganggu, semangat kerja yang rendah dan hubungan
antarpribadi yang bermutu rendah, berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang
dirasakan antara kedudukannya sekarang di organisasi dengan kedudukan yang
diharapkan. Sedangkan stres yang timbul karena over-promotion memberikan
kondisi beban kerja yang berlebihan serta adanya tuntutan pengetahuan dan
ketrampilan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
4. Hubungan dalam Pekerjaan
Hubungan kerja yang
tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan
minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan
secara positif berhubungan dengan keterpaksaan peran yang tinggi, yang mengarah
ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan
psikologikal dalam bcntuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kodisi
kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya.
5. Struktur dan iklim Organisasi
Faktor stres yang
dikenali dalam kategori ini adalah terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat
tcrlihat atau berperan serta pada support sosial. Kurangnya peran serta atau
partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan
perilaku negalif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan
peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan
fisik.
6. Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaan
Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup
segala unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi dengan
peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu organisasi, dan dapat
memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan,
kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang
bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan,
semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya, sebagaimana
halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan
keluarga dan pribadi.
7. Ciri-ciri Individu
Menurut pandangan
intcraktifdari stres, stres ditcntukan pula oleh individunya scndiri, sejauh
mana ia melihat situasinya scbagai penuh stres. Reaksireaksi sejauh mana ia
melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis,
dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi
dengan individunya, mcncakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola
perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa
lalu, kcadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain intcligensi, pendidikan,
pelatihan, pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu
berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang
merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang
menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit
stres potensial.
a. Kepribadian : mereka
yang berkepribadian introvert bereaksi lebih negatif dan menderita ketegangan
yang lebih besar daripada mereka yang berkepribadian extrovert, pada konflik
peran. Kepribadian yang flexible (orang yang lebih lerbuka terhadap pengaruh
dari orang lain sehingga lebih mudah mendapatkan beban yang berlebihan)
mengalami ketegangan yang lebih besar dalam situasi konflik, dibandingkan
dengan mereka yang berkepribadian rigid.
b. Kecakapan :
merupakan variabel yang ikut menentukan stress tidaknya suatu situasi yang
sedang dihadapi, Jika seorang pekerja menghadapi masalah yang ia rasakan tidak
mampu ia pecahkan, sedangkan situasi tersebut mempunyai arti yang Panting bagi
dirinya, situasi tersebut akan ia rasakan sebagai situasi yang mengancam
dirinya sehingga ia mengalami stres. Ketidakmampuan menghadapi situasi
menimbulkan rasa tidak berdaya. Sebaliknya jika merasa mampu menghadapi situasi
orang justru akan merasa ditantang dan motivasinya akan meningkat.
c. Nilai dan kebutuhan
: setiap organisasi mempunyai kebudayaan masing-masing. Kebudayaan yang terdiri
dari keyakinan-keyakinan, nilai-nitai dan norma-norma perilaku yang menunjang
organisasi dalam usahanya mengatasi masalah-masalah adaptasi ekstemal dan
internal. Para tenaga kerja diharapkan berperilaku sesuai dengan norma-norma
perilaku yang diterima dalamorganisa.
D. Model Stres dalam pekerjaan
Faktor organisasional yang menjadi sumber atau
mempengaruhi stress cukup banyak jumlahnya, Bcbcrapa diantaranya yang penting
dan telah sering diteliti adalah sebagai berikut:
ü Role
ambiguity and role conflict (kekaburan peran dan konflik peran).
ü Work
Overload (kelebihan beban kerja)
ü Dampak
Stres Kerja Pada Perusahaan
Secara singkat beberapa dampak negatif yang
ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa:
1. Terjadinya
kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja
2. Mengganggu
kenormalan aktivitas kerja
3. Menurunkan tingkat
produktivitas
4. Menurunkan pemasukan
dan keuntungan perusahaan.
Dampak Stres Kerja Pada Karyawan
Pengaruh stres kerja
ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf
tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan rnemacu
karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan scbaik-baiknya. Reaksi
terhadap stress dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya
pekerja atau karyawan yang stress akan menunjukkan perubahan perilaku.
Perubahan perilaku tcrjadi pada din manusia sebagai usaha mengatasi stres.
Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres(flight) atau freeze
(berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya
dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.
Perubahan-perubahan ini di tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang
mengalami stres antara lain:
a. bekerja
melewati batas kemampuan
b. kelerlambatan
masuk kerja yang sering
c. ketidakhadiran
pekerjaan
d. kesulitan
membuat keputusan
e. kesalahan
yang sembrono
f. kelalaian
menyelesaikan pekerjaan
g. lupa
akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri
h. kesulitan
berhubungan dengan orang lain
i.
kerisauan tentang kesalahan yang dibuat
j.
Menunjukkan gejala fisik seperti pada
alat pencernaan, tekanan darah tinggi, radang kulit, radang pernafasan.
Munculnya stres, baik yang disebabkan oleh sesuatu
yang menyenangkan atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat
tertentu pada seseorang. Cox membagi empat jenis konsekuensi yang dapat
ditimbulkan stres, yaitu:
1. Pengaruh
psikologis, yang berupa kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan, depresi,
kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri yang rendah.
2. Pengaruh
perilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak nafsu makan atau
makan berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan, menurunnya semangat untuk
berolahraga yang berakibat timbulnya beberapa penyakit. Pada saat stres juga
terjadi peningkatan intensitas kecelakaan, baik di rumah, ditcmpat kerja atau
di jalan.
3. Pengaruh
kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil kcputusan, kurangnya konsentrasi, dan
peka terhadap ancaman.
4. Pengaruh
fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang berupa
penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau memicu timbulnya penyakit
tertentu.
No comments:
Post a Comment